Senin, 19 Mei 2008

Dalam Butaku, Aku Melihat….

Tiba-tiba aku terbangun dan berteriak

“ KEMANA SEMUANYA!”, “MENGAPA SEMUA MENJADI GELAP!”, “DAN DIMANA AKU?” lanjutku. Lalu aku mendengar tangisan-tangisan kecil yang berada di dekatku,

“Siapa itu?” tanya aku, “siapa disana?”.

Perlahan tapi pasti aku mendengar suara,

“ini kita, ayah dan ibumu,” jawab mereka.

Aku terus mencari sumber suara yang tadi aku dengar. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, dan aku mulai bertanya kembali

“mengapa aku tidak bisa melihatmu mama?”

Tangisan pun meledak, karena tidak dapat menjawab, ibuku memilih untuk pergi saja. Dan ayahku yang menjawabnya.

“Chris, anakku”, semua terdengar sangat sunyi, “kamu berada di rumah sakit, kamu mengalami kecelakaan dan sudah hampir 2 bulan kamu tidak sadarkan diri, bahkan saat kamu mulai sadar, kamu harus kehilangan kedua matamu itu?”ayahku mencoba untuk menjelaskan semuanya.

Aku seakan teringat kembali peristiwa itu, ketika sore itu aku akan menyeberang jalan, tanpa aku sadari, tiba-tiba saja ada mobil yang langsung menabrak tubuhku ini, dan tubuhku terpental, lalu aku melihat orang-orang disekitarku berlari untuk menolong diriku, sejak itu aku sudah tidak ingat kembali.

“Tidak!!!!” teriakku dengan kencang

Aku ingin pergi, tetapi tanganku dipegang erat oleh ayahku. Aku menangis dalam pelukan ayahku, seakan tidak menerima keadaan aku yang seperti ini.

Hari-hari telah kulalui, aku telah keluar dari rumah sakit, yang telah menjadi temanku selama 2 bulan terakhir. Sahabatku pun mulai berdatangan untuk mengunjungiku, tetapi aku tetap saja hanya bisa mendengar suaranya. Aku bahkan sudah tidak ingat wajah masing-masing. Yang menjadi ingatan aku hanyalah nama-nama mereka saja, dan mendapat tugas tambahan untuk mengenali suara mereka.

Tiap hari aku lebih memilih untuk berdiam saja dirumahku, di kamarku, karena bagiku siang tetaplah menjadi malam, dan malam pun semakin membuat hatiku beku. Tidak jarang aku sering melampiaskan kekesalan kepada kedua kakakku, dan sahabat-sahabatku.

Hingga suatu hari dimana aku lelah untuk melampiaskan semua kekesalanku, aku mulai berpasrah diri, mulai coba untuk menerima kekuranganku. Tetapi tetap saja aku tidak ingin keluar dari rumahku. Aku mulai mencoba untuk menghafal semuanya, termaksud apa yang ada di dekatku, aku mulai belajar mengamati yang tidak terlihat olehku.

Hingga suatu malam, disaat aku benar-benar lelah untuk belajar, aku memutuskan untuk tidur, entah mimpi atau kenyataan, tiba-tiba aku mendengar suara-suara kecil yang memanggil namaku.

“Andi… Andi…”

Sontak aku terduduk, dan mencari asal suara itu, tetapi sia-sia saja, karena aku tidak dapat melihat. Lalu suara itu kembali memanggil

“Andi… kamu tidak perlu mencari aku, mencari siapa aku, cukup dengarkanlah aku”

Kaget sekali lalu aku bertanya

“Siapa disana, siapa kamu?”

Lalu suara itu melanjutkan

“Keluarlah Andi, keluarlah dari lubang kegelapanmu. Temukan cahaya, dalam siang, dan ingat jangan cari aku”

Suara itu begitu lembut, dan aku mempercayainya. Keesokan harinya aku memberanikan diri untuk keluar dari rumah, hanya sekedar berjalan-jalan ditengah halamanku. Aku menikmatinya, walaupun gelap, aku tidak menyangka aku akan menemukan kesenangan setelah sekian lama.

Hari itu sahabatku datang ke rumah, seperti biasa kita bercanda dan tertawa, lalu aku mengajaknya ke halaman rumahku. Dibantu oleh tongkat di tanganku, aku menuju halaman rumah. Aku mulai bertanya kepada sahabatku

“Apa yang kamu lihat?”

“Seperti biasa, pohon dan rumput” jawab sahabatku.

“Tidakkah engkau melihatnya?” tanyaku

“Melihat apa”

“Cahaya terang menerangiku, tempat aku duduk?” lanjutku.

Sahabatku menganggap aku sudah gila, tetapi aku tidak peduli akan sebutan itu.

“Cobalah engkau masuk dan ambillah sebuah kertas dan penannya, aku ingin menulis tetapi aku tidak bisa”

Seketika sahabatku itu masuk untuk mengambil kertas dan pena, lalu ia keluar kembali untuk menemani aku menulis

“Aku tidak dapat menulis lagi, karena aku sudah tidak dapat melihat, tolonglah kau tuliskan apa yang aku ceritakan ini” pintaku.

Temanku mulai menulisnya, setelah aku mengucapkan kata pertama

“Mataku telah buta, tetapi tidak dengan mata hatiku

Kegelapan menjadi teman bermainku

Siang menjadi malam, dan malam tetaplah malam.

Dengan tongkatku aku berjalan

Berpegangan, bahkan ‘dia’ menjadi penunjuk arah

Tidak jarang aku jatuh, tetapi tongkatku menahannya.

Mencari arah dalam kegelapan

Mencari apa yang telah direnggut dari diriku

Hingga suatu saat, datanglah keajaiban

Aku melihat terang dalam gelap

Aku berjalan menuju arahnya

Tiap hari aku mengharapkan terang itu kembali

Aku tidak lagi malu akan ini

Semua telah sirna

Aku bangkit dan berlari..

Aku mengejar terang

Dan gelap menjadi musuhku

Teman, aku bahagia…

Aku bahagia dengan apa yang aku dapatkan sekarang

Aku bahagia, karena dengan ini aku melihat apa yang tidak ‘engkau’ lihat

Aku bahagia, karena aku bisa merasakan apa yang tidak ‘engkau’ rasakan.

Sekarang, temanku..

Aku tidak lagi berjalan menuju kegelapan

Aku tidak lagi takut akan kegelapan

Tetapi aku sedang berjalan menuju keterangan

Menuju terang yang telah lama aku inginkan.”

Selesai menulis, lalu aku berkata kepada temanku..

“Kasihlah judul….

Dalam Butaku, Aku Melihat….”

DEETO

Tidak ada komentar: